Jakarta, Aksaranesia.com – Presiden Partai Buruh Said Iqbal mempersoalkan undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang tidak mengatur upah minimum berdasarkan standar kehidupan layak.
Said mulanya menjelaskan, dalam serikat buruh di dunia internasional dikenal tiga alat ukur terkait kesejahteraan buruh, yakni job security (kepastian kerja), income security (kepastian upah), dan social security.
Namun, ia menilai, Pasal 88D Ayat (2) UU Cipta Kerja tidak memenuhi aspek soal kepastian upah bagi buruh.
Adapun pasal tersebut berbunyi: “Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu”.
Said Iqbal kemudian mempertanyakan penentuan upah minimum yang dalam perhitungannya menggunakan ‘indeks tertentu’, sebagaimana yang tercantum dalam UU Ciptaker.
Terlebih, penentuan sistem perhitungan yang ditetapkan dalam aturan tersebut, menurut Said, tidak melibatkan partisipasi bermakna dari kaum buruh.
“Pemerintah seenaknya saja di dalam keputusan upah minimum yang menentukan tanpa perundingan,” tegas Said, dalam sidang lanjutan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Partai Buruh terkait judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu (17/7/2024).
Ia menjelaskan, dalam UU 13 tahun 2003, telah mengatur Dewan Pengupahan yang bertugas melakukan perundingan menggunakan parameter kebutuhan hidup layak atau standard living cost
“Tetapi UU Cipta Kerja menghilangkan ini. Dewan pengupahan tetap ada, tapi tidak ada fungsi,” ucapnya.
Dalam UU Cipta Kerja sudah dipastikan kenaikan upah minimun berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
“Siapa yang menentukan indeks tertentu? Pemerintah. Buruh dirugikan. Akibatnya 2021, 2022, 2023, fakta di lapangan tidak ada kenaikan upah,” jelas Said.
“Tunjukkan kepada kami UU di seluruh dunia yang mengatakan kenaikan upah berdasarkan indeks tertentu. Tidak ada. Hanya di Indonesia tiba-tiba ada istilah ‘indeks tertentu’,” lanjutnya.