Jakarta, Aksaranesia.com – Konflik kepentingan sering menjadi pemicu utama dalam kasus korupsi di Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, dalam diskusi publik bertema “Konflik Kepentingan Sebagai Pintu Masuk Korupsi” yang diadakan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, pada 24 September 2024.
Menurut Nawawi, konflik kepentingan merupakan awal mula dari banyak kasus korupsi. Ia merujuk pada Pasal 12i dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyebutkan bahwa benturan kepentingan sering muncul dalam pengadaan barang dan jasa. Namun, Nawawi menekankan bahwa konflik kepentingan dapat terjadi dalam berbagai situasi lain di mana pejabat publik memanfaatkan wewenangnya untuk kepentingan pribadi.
“Konflik kepentingan adalah awal mula dari korupsi. Dalam UU Tipikor, Pasal 12i menyebutkan bahwa benturan kepentingan bisa muncul dalam pengadaan barang dan jasa. Namun, konflik kepentingan bisa muncul dalam berbagai bentuk lainnya,” ujar Nawawi.
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa banyak pejabat publik yang menghadapi situasi rangkap jabatan, penggunaan wewenang untuk kepentingan pribadi, atau menerima gratifikasi. Jika tidak segera diatasi, hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik dan semakin merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.
Nawawi juga menyampaikan usulan agar KPK berperan lebih aktif dalam mengawasi dan menindak pelanggaran konflik kepentingan di berbagai instansi. “KPK bisa menjadi pengawas dan menindak jika ada indikasi konflik kepentingan,” katanya.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya konflik kepentingan, KPK melalui Direktorat Jejaring Pendidikan dan Direktorat Sosialisasi Kampanye gencar melakukan edukasi mengenai risiko konflik kepentingan dan kaitannya dengan praktik korupsi.
Langkah ini diharapkan dapat membangun kesadaran bersama dalam memerangi korupsi sejak dini dan meningkatkan integritas di kalangan pejabat publik.